Berkaca dari
pengalaman dan Potret kehidupan sehari-hari masyarakat desa yang menurut
penulis kian memperihatinkan, ketika saudara, teman dan teman kerja tiada beda,
semua rata bahkan saudara tiada bermakna asalkan teman bahagia.
Itulah sebuah perinsip
menyesatkan dan sungguh menyakitkan, di sini pikiran kita dan pikiran
masing-masing individu dapatlah kita menilainya antara satu dengan yang
lainnya, mana individu yang sesungguhnya dan mana individu yang abal-abal.
Kadang itu menjadi
sebuah persoalan, Ketika saudara dan teman kerja berbaur dalam satu wadah,
yaitu kerja dalam satu propesi dan satu pimpinan. Menjadi Dewasa memang sukar
ketika mereka yang masih berfikir ke kanak-kanakan, belum mengerti antara
saudara dan teman, semua di anggap bak orang lain yang sama propesi tapi lebih
bodoh dari dirinya.
Melihat itu,
wajarkah anggapan itu menjadi alasan saat menjadi satu dalam pergaulan
sehari-hari ?. Semua seakan tak perduli, belum melihat kebenaran dan kesalahan
sepertinya langsung memvonis “oh dikau memang tak pantas bersama kami, walhal
kita satu darah dalam satu keluarga besar” mereka tak peduli itu asal matlamat
keinginan hati terlaksana dengan mulus walau itu dusta lagi haram.
Sekali mereka
berkata salah seakan itu pasti, belum bisa membuktikan siapa yang salah dan
siapa yang benar, semua seakan milik mereka untuknya agar tetap menjadi
pemenang.Isu di jadikannya pouler, pitnah dijadikannya kebenaran dan kebenaran
diterbalikkan menjadi kebohongan.
No comments:
Post a Comment